" Ingatlah bahwa setiap hari dalam sejarah kehidupan kita ditulis dengan tinta yang tak dapat terhapus lagi " (Thomas Carlyle)

Jumat, 22 Juni 2012

Kajian Sufi - KENAPA AMALAN DI TERIMA

MI Nurul Hidayah Posted

kajian sufi

KENAPA AMALAN DI TERIMA


“Kalau bukan karena indahnya tutupnya Allah swt, maka tak satu pun amal diterima.”Kenapa demikian? Sebab nafsu manusia senantiasa kontra dengan kebajikan, oleh sebab itu jika mempekerjakan nafsu, haruslah dikekang dari sifat atau karakter aslinya.
Dalam firmanNya: “Siapa yang yang menjaga nafsunya, maka mereka itulah orang-orang yang menang dan bahagia.”(Al-Hasyr 9)
Nafsu, ketika masuk dalam kinerja amaliah, sedangkan nafsu itu dasarnya adalah cacat, maka yang terproduksi nafsu dalam beramal senantiasa cacat pula. Kalau toh dinilai sempurna, nafsu masih terus meminta imbal balik, dan menginginkan tujuan tertentu, sedangkan amal itu inginnya malah ikhlas. Jadi seandainya sebuah amal diterima semata-mata bukan karena amal ansikh, tetapi karena karunia Allah Ta’ala pada hambaNya, bukan karena amalnya.
Abu Abdullah al-Qurasyi ra mengatakan, “Seandainya Allah menuntu ikhlas, maka semua amal mereka sirna. Bila amal mereka sirna, rasa butuhnya kepada Allah Ta’ala semakin bertambah, lalu mereka pun melakukan pembebasan dari segala hal selain Allah swt, apakah berupa kepentingan mereka atau sesuatu yang diinginkan mereka.”
Oleh sebab itu Ibnu Athaillah melanjutkan:
“Anda lebih butuh belas kasihan Allah swt, ketika anda sedang melakukian taat, dibanding rasa butuh belas kasihNya ketika anda melakukan maksiat.” Kebanyakan manusia memohon belas kasihan kepada Allah Ta’ala justru ketika ia menghadapi maksiat, dan merasa aman ketika bisa melakukan taat ubudiyah. Padahal justru yang lebih dibutuhkan manusia adalah Belas Kasih Allah ketika sedang taat. Karena ketika sedang taat, para hamba sangat rawan “taat nafsu”, akhirnya seseorang terjebak dalam ghurur, atau tipudaya dibalik amaliyahnya sendiri.
Rasulullah saw, bersabda:
“Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi dari para NabiNya: “Katakanlah kepada hamba-hambaKu yang tergolong shiddiqun, jangan sampai mereka tertimpa  tipudaya. Sebab Aku, bila menegakkan keadilanKu dan kepastian hukumKu kepada mereka, Aku akan menyiksa mereka, tanpa sedikit pun aku menzalimi mereka. Dan katakanlah kepada hambaKu yang ahli dosa, janganlah mereka berputus asa, sebab tak ada dosa besar bagiKu manakala Aku mengampuninya.”
Bahkan Abu Yazid al-bisthami ra mengatakan: “Taubat dari maksiat bisa sekali selesai, tetapi taubat karena taat bisa seribu kali pertaubatan.”
Mengapa kita harus lebih waspada munculnya dosa dibalik taat? Karena nafsu dibalik maksiat itu jelas arahnya, namun nafsu dibalik taat sangat lembut dan tersembunyi.
Diantara nafsu dibalik taat yang menimbulkan dosa dan hijab antara lain:
1. Mengandalkan amal ibadahnya, lupa kepada Sang Pencipta amal.
2. Bangga atas prestasi amalnya, lupa bahwa yang menggerakkan amal itu bukan dirinya, tetapi Allah swt.
3. Selalu mengungkit ganti rugi, dan banyak tuntutan dibalik amalnya.
4. Mencari keistemewaan amal, hikmah dibalik amal, lupa pada tujuan amalnya.
5. Merasa lebih baik dan lebih hebat dibanding orang yang belum melakukan amaliyah seperti dirinya.
6. Seseorang akan kehilangan kehambaannya, karena merasa paling banyak amalnya.
7. Iblis La’natullah terjebak dalam tipudayanya sendiri, karena merasa paling hebat amal ibadahnya.
8. Menjadi sombong, karena ia berbeda dengan umunya orang.
9. Yang diinginkan adalah karomah-karomah amal.
10. Ketika amalnya diotolak ia merasa amalnya diterima.

Jumat, 15 Juni 2012

KAJIAN SUFI-POHON MA'RIFAT

MI Nurul Hidayah Posted

POHON MA'RIFAT


Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
(sumber SufiNews.com)
Rasulullah Saw bersabda:
“Aku datangi pintu surga di hari qiyamat, lalu aku dibukakan. Maka sang penjaga syurga bertanya, “Siapa anda?”
Aku katakan, “Muhammad,”. Lalu dia berkata, “Demi dirimulah aku diperintahkan agar tidak membuka (pintu syurga) bagi siapa pun sebelum dirimu…”
Ahlul Ilmi Billah (para Ulama Billah) telah mengetahui bahwa syurga adalah pintu kebajikan Ilahi yang abadi. Tidak akan dibuka kecuali dibuka oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw, dan dialah sang pembuka bagi kebaikan dunia dan akhirat. Mengetahui akan perilakunya merupakan rahasia pengetahuan pada Allah Ta’ala. Siapa yang ingin dibukakan pintu-pintu kebaikan dunia dan akhirat, ia harus menggantung pada nya. Karena disana tersembunyi rahasia ma’rifat.
Hakikat ilmu ma’rifat
Ilmu ma’rifat adalah ilmu tentang Allah Ta’ala. Yaitu Cahaya dari Cahaya-cahaya Yang Maha Agung, dan perilaku dari berbagai perilaku utama.
Dengan pengetahuan ma’rifat itu Allah memuliakan hati para cendekiawan, kemudian Allah merias dengan keindahanNya yang bajik, dan keagunganNya.
Dengan ma’rifat pula, Allah mengistemewakan ahli kewalian dan pecintaNya.
Dengan ma’rifat Allah memuliakannya di atas seluruh ilmu mana pun. Manusia, mayoritas alpa atas kemuliaan ma’rifat, bodoh atas kelembutan-kelembutan ma’rifat, lupa atas keagungan getarannya, apalagi mereka juga lupa atas makna-makna terdalamnya, yang tak akan ditemui kecuali oleh orang yang memiliki hati yang berserasi denganNya.
Ilmu ma’rifat ini merupakan asas, dasar, dimana seluruh ilmu pengetahuan dibangun. Dengannya pula kebajikan dua rumah dunia dan akhirat tergapai, kemuliaan terengkuh.

Dengan ilmu ma’rifat, aib-aib diri terkuak. Anugerah Ilahi dikenal, keagunganNya diketahui, begitu pula keparipurnaan KuasaNya.
Dengan ilmu ma’rifat itu, rahasia hamba terbang dengan sayap-sayap ma’rifat, dalam kelembutan sutera Qudrat, berjalan menuju pangkal kemuliaan. Berwisata di taman Al-Quds. Maka seluruh ilmu manakala tidak ber[padu dengan ma’rifat tidak pernah sempurna. Dan amal perbuatan tidak akan rusak kecuali jika mailmu ma’rifat itu sirna. Tidak ada yang menghuni pengetahuan itu kecuali hati yang dipandang oleh Allah Ta’ala, dengan pandangan Kasih dan Sayang. Kemudian Allah menteskan hujan penghayatan pemahaman yang dalam, lalu menabur aroma yaqin dan kecerdasan. Allah menjadikannya sebagai tempat akal dan firasat, menyucikannya dari kotoran kebodohan dan kealpaan, meneranginya dengan dian-dian ilmu dan hikmah. Allah swt berfirman:
Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dari kalian, dan orang-orang yang diberi ilmu (tentang Allah).
Setiap arif pastilah takut penuh rasa cinta dan bertaqwa menurut kadar pengetahuannya pada Allah ta’ala, karena firmanNya:
“Sesungguhnya yang takut penuh cinta pada Allah dari hamba-hambaNya adalah para Ulama (billah)”.
Dengan cahayaNya godaan syetan bisa dikenal, sekaligus bisa menjadi pertahanan atas tindak maksiat dan dosa, peringatan bagi bencana-bencana hasrat.
Allah swt, berfirman:
“Bukankah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah bagi Islam adalah orang yang berada dalam pancaran cahaya Tuhannya?”
“Siapa pun yang Allah tidak menjadikan baginya cahaya, maka baginya tidak mendapatkan cahaya.”
Dalam hadits dijelaskan, “Sebagian ilmu ada yang seperti perbendaharaan terpendam, dimana tidak diketahui kecuali oleh ahlul ilmi (Ulama) Billah, dan tidak diingkatri kecuali oleh kalangan yang terkena tipudaya.
Ada seseorang datang kepada Nabi saw, lalu bertanya, “Amal apakah paling utama?” Nabi saw, menjawab, “Mengetahui Allah.”
Hamba-hamba utama
Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as, bermunajat, “Ya Tuhan, manakah hamba-hamba paling banyak kebajikannya dan paling tinggi derajatnya dihadapanMu?” Allah menjawab, “Yang paling mengetahuiKu…”
Imam ali bin Abi Thalib Karromallahu wajhah mengatakan, “Orang yang paling tahu kepada Allah, adalah yang paling dahsyat pengagungannya, karena menghormati Laa Ilaaha Illallah…”
Abu ad-Darda’ ra, menegaskan, “Siapa yang bertambah ilmunya tentang Allah, aka akan bertambah rasa malunya…”
Diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala memberikan wahyu kepada Nabi Dawud as,
“Wahai Dawud, engkau tahu ilmu yang bermanfaat?”
“Oh Tuhanku, apakah ilmu yang bermanfaat itu?” jawab Dawud.
“Hendaknya engkau mengenal KebesaranKu, KeagunganKu, KetaktertandingiKu, dan Kesempurnaan KuasaKu atas segala sesuatu. Itulah yang membuatmu dekat padaKu. Dan Aku tidak menyilakan orang yang bertemu denganKu dengan kebodohan…” jawab Allah Ta’ala.
Muhammad bin al-Fadhl as-Samarqandy ra, ditanya, “Apakah yang disebut mengetahui Allah itu?”
“Hendaknya anda melihat bahwa ketentuanNya pada makhluk itu pasti, segala mudharat, manfaat, kemudliaan dan kehinaan itu dariNya. Dan anda melihat diri anda hanya untuk Allah. Segala sesuatu ada di GenggamanNya. Jangan memilih pilihan dari dirimu, bukan pilihanNya, dan anda berbuat benar-benar hanya bagi ikhlas Allah.” Begitu beliau menjawab.
Hai anak-anakku sekalian…tekunlah dalam menggali ilmu rahasia. Anda harus membenci dunia, dan kenalilah kehormatan orang-orang saleh. Hukumi perkaramu untuk kematian.Allah Ta’ala berfirman:
“Dan katakanlah, “Tuhanku, tambahilah diriku ilmu..”
“Dan Allah memberikan ilmu padamu, pengetahuan yang belum pernah engkau tahu.”
“Dan Kami telah memberikan pengajaran ilmu kepadanya dari Sisi Kami.”
“Orang-orang yang berjuang tekun di dalam Kami, maka Kami bakal memberikan petunjuk jalan-jalan kami…”
Betapa banyak orang yang meriwayatkan hadits, tetapi dia bodoh terhadap Allah.
Sesungguhnya ilmu ma’rifat itu merupakan anugerah Allah Ta’ala, diberikan olehNya kepada orang yang dipilih dari makhlukNya, dan dipilihnya untuk dekat denganNya.
Dalam hadits disebutkan, “Ilmu itu ada dua: Ilmu ucapan, yaitu argumentasi Allah atas hamba-hambaNya. Dan ilmu hati, yaitu ilmu yang tinggi, dimana seorang hamba Allah tidak pernah meraih rasa takut nan cinta pada Allah, kecuali dengan ilmu itu.”
Beliau nabi saw, juga bersabda:
“Yang paling dalam rasa takut dan cintanya kepada Allah adalah yang paling mengenal Allah.”
Derajat Ulama
Sufyan At-Tsaury mengatakan: Ulama itu terbagi jadi tiga:
Orang alim yang tahu perkara Allah, tetapi tidak tahu Allah. Itulah alim yang dusta, yang tidak layak baginya kecuali neraka!
Orang alim yang mengenal Allah, tetapi tidak mengenal perkara Allah, itulah alim yang masih kurang.
Orang alim yang mengenal Allah, mengenal perkara Allah, itulah yang disebut Ulama sempurna.
Sebagaian orang arif ditanya, “Apa jalan ma’rifat pada Allah itu?”
“Allah tidak dikenal dengan segala sesuatu. Tetapi segala sesuatu dikenal melalui Allah, sebagaimana Dzun Nuun al-Mishry ra, mengatakan, ‘Aku mengenal Allah melalui Allah, dan mengenal selain Allah melalui Cahaya Allah.” Jawabnya.
Nabi Ibrahim as, bermunajat, “Ilahi, jika bukan karena Engkau, bagaimana aku mengenal siapa DiriMu..”
Hal senada juga disampaikan Rabiah al-Adawiyah, ketika bertanya kepada Dzun Nuun al-Mushry ra, “Bagaima engkau kenal Allah?”
“Allah melimpahi rizki rasa malu padaku, dan memberikan pakaian muroqobah padaku. Ketika aku susah dengan musibah, aku mengingat kebesaran Allah, lalu aku sangat malu padaNya..”, jawab Dzun Nuun.
Pohon Mari’fat
Metafora Ma’rifat itu seperti pohon yang memiliki enam cabang. Akarnya kokoh di bumi yaqin dan pembenaran, dan cabang-cabangnya tegak dengan iman dan tauhid.
Cabang pertama, Khauf (rasa takut) dan Raja’ (harapan pada anugerah-rahmatNya) yang disertai dengan cabang perenungan.
Cabang kedua, berlaku benar dan serasi dengan kehendak Allah, yang disertai dengan cabang Ikhlas.
Cabang ketiga, Khasyyah (takut penuh cinta) dan menangis, yang disertai dengan cabang Taqwa.
Cabang keempat, Qana’ah (menerima pemberian Allah) dan ridlo, yang disertai cabang Tawakkal.
Cabang kelima, Pengagungan dan rasa malu yang disertai dengan cabang ketentraman.
Cabang keenam, Istiqomah dan berselaras dengan Allah yang disertai dengan cabang cinta dan kasih.
Setap cabang dari masing-masing akan bercabang pula sampai tiada hingga dalam jumlah kebajikan, dalam tindakan benar dan perbuatan, kemesraan berdekat –dekat dengan Allah, kesunyian Qurbah, kebeningan waktu dan segala sepadan yang tak bisa disifati oleh siapa pun jua.
Di setiap cabang yang ada akan berbuah berbagai-bagai, yang satu sama lainnya tidak sama, rasanya, yang di bawahnya ada cahaya-cahaya taufiqNya, yang mengalir dari sumber anugerah dan pertolonganNya. Dalam hal ini manusia berpaut-paut dalam derajat dan berbeda-beda dalam kondisi ruhani.
Diantara mereka :
Ada yang mengambil cabangnya saja, tapi alpa dari akarnya, tertutup dari pohonnya dan tertirai dari rasa manis buahnya.
Ada yang hanya berpegang teguh pada cabangnya belaka.
Ada yang pula yang berpegang pada akar aslinya, dan meraih semuanya (pohon, cabang dan buah) tanpa sedikit pun menoleh pada semuanya, tetapi hanya memandang yang memilikinya, Sang Penciptanya.
Siapa yang tak memiliki cahaya dalam lampu pertolongan Ilahi, walaupun telah mengumpulkan, mengkaji semua kitab dan hadits, kisah-kisah, maka tidak akan bertambah kecuali malah jauh dan lari dari Allah, sebagaimana keledai yang memikul buku-buku.
Ada seseorang yang datang kepada Imam Ali Karromallahu Wajhah:
“Ajari aku tentang ilmu-ilmu rahasia…”pintanya.
“Apa yang kau perbuat perihal ilmu utama?” kata Sayyidina Ali.
“Apakah pangkal utama ilmu?” orang itu balik bertanya.
“Apakah kamu mengenal Tuhanmu?” Tanya beliau.
“Ya..” jawabnya.
“Apa yang sudah kau lakukan dalam menjalankan kewajibanNya?”
“Masya Allah…” jawab orang itu.
“Berangkatlah dan teguhkan dengan itu (hak dan kewajiban), jika kamu sudah kokoh benar, kamu baru datang kemari, kamu akan saya ajari ilmu-ilmu rahasia…” Jawab beliau.
Ada yang mengatakan, “Perbedaan antara ilmu ma’rifat dan ilmu lainnya adalah seperti perbedaan antara hidup dan mati.

Rabu, 06 Juni 2012

Kajian Sufi - MEMBUKA HIJAB YANG MEMBATASI DIRI DENGAN ALLAH SWT

MI Nurul Hidayah Posted

MEMBUKA HIJAB YANG MEMBATASI 

DIRI DENGAN ALLAH SWT





A. Membina Peribadi

1. Perbaikan Akhlak Firman AlLah swt. dalam Al-Quran (S. Al-Kahfi: 110)
فَمَن كانَ يَرجوا لِقاءَ رَبِّهِ فَليَعمَل عَمَلًا صٰلِحًا وَلا يُشرِك بِعِبادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
  • "Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh (memperbaiki akhlak) dan janganlah ia mempersekutukan apapun dalam beribadat kepada Tuhan (bersih dari segala kotoran hawa nafsu)"
Al-Ghazali di dalam kitabnya Kimyaus-Saadah menyatakan
  • "tujuan perbaikan akhlak ialah membersihkan qalbu dari kotoran hawa nafsu dan amarah hingga hati menjadi suci bersih bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan".
2. Sabar Firman AlLah swt. dalam Al-Quran (S. Al-Baqarah: 45 - 46)
وَاستَعينوا بِالصَّبرِ وَالصَّلوٰةِ ۚ وَإِنَّها لَكَبيرَةٌ إِلّا عَلَى الخٰشِعينَ
"Jadikanlah sabar dan Salat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya yang demikian itu adalah tugas berat kecuali bagi orang yang khusyu".
Orang - orang yang khusyu' itu ialah orang yang menyukai bahwa mereka itu akan bertemu dengan AlLah dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya"
Menurut Al-Ghazali, 'Sabar' ialah meninggalkan segala macam pekerjaan yang digerakkan oleh hawa nafsu, tetap pada pendirian agama yang bertentangan dengan kehendak hawa nafsu, semata - mata kerana menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat"
Pembahagian Sabar:
  • a) Sabar Disiplin / Taat
    • i) Sabar sebelum taat, ialah niat yang ikhlas, tujuan yang benar, merasa berkewajipan atas keyakinan agama dalam menerima peraturan berupa perintah atau larangan.
    • ii) Sabar melaksanakan taat, ialah melaksanakan kewajipan sampai selesai, berkala atau terus menerus dengan penuh tanggungjawab dan kesungguhan.
    • iii) Sabar setelah taat, ialah tidak merasa bangga dengan selesainya pekerjaannya, tidak iri hati atau kekurangan atau kelebihan orang lain, tidak ria' untuk dikagumi hasil usahanya.
  • b) Sabar Berkewajipan. Mengetahui sesuatu kewajipan tidak cukup untuk dapat dikerjakan tanpa adanya kesabaran dan sebaliknya mengetahui sesuatu larangan belum tentu dapat meninggalkannya tanpa adanya kesabaran.
  • c) Sabar menurut hukum terbahagi:
    • Sabar untuk menjauhkan diri dari segala yang haram,hukumnya 'wajib'.
    • Sabar untuk menjauhkan diri dari segala pekerjaan makruh, hukumnya 'sunat'.
    • Sabar dalam menjalankan hukuman kerana pelanggaran maka hukumnya 'harus'.
    • Sabar membela kehormatan atau hak milik hukumnya 'haram'. Sifat sabar dalam keadaan ini dinamakan 'sabar Saja'ah' (sabar berani). Firman AlLah dalam Al-Quran (S. Al-Anfaal: 46) 
      وَاصبِروا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصّٰبِرينَ
      "Bersabarlah kamu sekalian, sesungguhnya AlLah beserta mereka yang sabar".
3) Syukur. Berterima kasih kepada AlLah atas segala nikmat pemberianNya. Erti Syukur, keadaan seseorang mempergunakan nikmat yang diberikan oleh AlLah itu hanya untuk membuat kebajikan.
4) Ridha bil Qadha. Ridha ertinya rela menerima dengan apa yang ditentukan dan ditaqdirkan AlLah kepadanya. Rela berjuang atas jalan AlLah mencari semata - mata keridhaan AlLah (Ibtighaa MadhatilLah).
Kesimpulan Sabar, Syukur dan Ridha adalah tiga sifat terpuji yang sangat bernilai tinggi, dapat membawa kepada ketinggian budi pekerti dan akhlak dan merupakan kekuatan yang dapat menolong untuk berkemahuan keras, berjiwa besar dan bertanggungjawab.
Pendidikan Tasauf pertama - tama dengan pembaikan akhlak, mencapai tingkat demi tingkat yang lebih tinggi, dari Muslim biasa kepada Mukminin kepada Muhsinin kepada Muttaqin kepada Mukarrabin kepada Arifin - mengenal dan merasai Tuhan yang sungguh - sungguh. Dengan sifat - sifat yang tersebut, mereka memasuki latihan - latihan jiwa dan mujahadah dengan Sistem berikut :
  • Takhalli - mensuci bersih diri dari segala dosa lahir dan dosa bathin.
  • Tahalli - mengisi diri dengan segala sifat yang terpuji.
  • Tajalli - memperoleh hakekat kenyataan Tuhan kerana suci bersihnya hati mereka mencintai AlLah. B Latihan Rohani dan Tingkat - Tingkat Yang Harus Dilalui
1. Tujuan Takhalli ialah:
a]. Membersihkan diri dari kotoran hati / sifat - sifat tercela.Firman AlLah dalam Al-Quran (S. As-Sams: 9 - 10) 
قَد أَفلَحَ مَن زَكّىٰها* وَقَد خابَ مَن دَسّىٰها  
"Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya".
  • Sifat - sifat yang mengotori jiwa / hati
  • Hasad - irihati
  • Haqad - dengki / benci
  • Suuz-zan - sangka buruk
  • Kibir - sombong
  • Ujub - merasa sempurna diri dari orang lain
  • Riya - mempamerkan kelebihan diri
  • Suma' - cari nama atau kemasyuran
  • Bukhul - bakhil / kikir
  • Hubbul Mal - cinta kebendaan
  • Tafahur - membanggakan diri
  • Ghadab - pemarah
  • Ghibah - pengumpat
  • Namimah - bicara belakang orang
  • Kizib - dusta
  • Khianat - munafik Maksiat Lahir - segala perbuatan yang dikerjakan oleh anggota badan manusia yang merosak orang atau diri sendiri sehingga membawa pengorbanan benda - benda, fikiran dan perasaan. Maksiat Bathin - lebih berbahaya kerana tidak kelihatan dan kurang disedari dan sukar dihilangkan.
b]. Cara membersihkan jiwa / hati Tersingkapnya tabir / hijab yang membatasi diri dengan Tuhan ialah suci bersihnya diri / jiwa dari kotoran - kotoran maksiat lahir dan maksiat bathin. Menurut Ahli Tarekat ada 4 dinding / hijab yang membatasi diri dengan Tuhan dan ada 4 juga jalan yang dapat membuka dinding / hijab itu.
i) Tingkat Pertama : Suci dari Najis dan Hadas - Bersih dari najis maka wajib bersuci dengan air atau berinstinja dengan tanah. - Suci dari hadas besar (keluar mani) maka wajib mandi. - Suci diri dari hadas kecil maka wajib berwudhu. * Seorang yang hendak menghubungkan diri dengan Tuhan maka wajib bersih badannya, bersih pakaiannya, bersih tempatnya, bersih lahir dan bathinnya.
ii) Tingkat Kedua : Suci Dari Dosa Lahir Ada 7 anggota badan yang membuat dosa lahir yang disebut maksiat, iaitu :
  • Mulut - dusta / ghibah
  • Mata - melihat yang haram
  • Telinga - mendengar cerita kosong
  • Hidung - menimbulkan rasa benci
  • Tangan - merosak
  • Kaki - berjalan membuat maksiat
  • Kemaluan - bersyahwat / berzina (termasuk makan yang haram).
iii) Tingkat Ketiga : Suci dari Dosa Bathin Ada 7 alat pembuat dosa bathin yang dinamakan 7 Lataif (Petikan : Pengantar Ilmu Tarekat oleh Abubakar Aceh)
  • Latifatul Qalby - berhubungan jantung jasmani. Letaknya dua jari di bawah susu kiri. Di sinilah letaknya sifat - sifat kemusyrikan, kekafiran dan ketahyulan dan sifat - sifat iblis. Untuk mensucikannya zikir dengan membaca 5000 kali - AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi dengan Iman, Islam, Ihsan, Tauhid dan Makrifat.
  • Latifatu Roh - berhubungan Rabu jasmani. Letaknya dua jari di bawah susu kanan. Di sinilah letaknya sifat Bahimiyah (binatang jinak) iaitu sifat menurut nafsu. Untuk mensucikannya zikir dengan dipalu sekeras - kerasnya 1000 kali - AlLah, AlLah.
  • Latifatus-Sirri. Letaknya dua jari di atas susu kiri. Di sinilah letaknya sifat 'Syabiyah' (binatang buas) iaitu sifat zalim / aniaya, pemarah dan pendendam. Untuk mensucikannya zikir dengan membaca 1000 kali - AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi dengan sifat kasih sayang dan ramah - tamah.
  • Latifatul Khafi - dikenderai Limpah jasmani. Letaknya dua jari di atas susu kanan. Di sinilah letaknya sifat 'Syaitanuyah' iaitu hasad / dengki, munafik dan khianat. Untuk mensucikannya berzikir 1000 kali membaca AlLah, AlLah dengan dipalukan sekeras - kerasnya. Pada tingkat ini hati diisi sifat Syukur dan Sabar.
  • Latifatul Akhfa - berhubungan empedu jasmani. Letaknya di tengah - tengah dada. Di sinilah letaknya sifat ria, takbur / sombong, ujub / membanggakan diri dan Sum'a / cari nama atau kemasyuran. Untuk mensucikannya zikir 1000 kali membaca AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi sifat Ikhlas, Khusyu', Tadarru Tafakkur.
  • Latifatun-nafsun-Natiqa. Letaknya di antara dua kening. Di sinilah letaknya 'nafsu ammarah' penghalang besar untuk menciptakan perbaikan masyarakat. Untuk mensucikannya zikir 1000 kali membaca AlLah, AlLah. Pada tingkat ini hati diisi dengan sifat Tenteram dan Pikiran Tenang.
  • Latifah kullu Jasad - kenderai seluruh tubuh jasmani. Dalam Latifah inilah terletak sifat jahil dan ghaflah (kejahilan dan alpa). Untuk mensucikannya hendaklah dizikirkan 1000 kali - AlLah, AlLah sehingga mengalir zikir disekujur badan jasmani sehingga tiada tempat untuk sifat kebendaan / kejahilan dan kelalaian / Ghaflah. Pada tingkat ini hati diisi pula sifat Ilmu dan Amal.
iv) Tingkat Keempat : Suci Hati Rabbaniyah Yang dimaksudkan Latifatul Qalby di sini bukan jantung jasmani tetapi "Latifatur Rabbaniyah" adalah Roh yang suci yang paling halus dan memerintah serta mengatur badan dan anggota badan jasmani. Dialah hakekat diri yang sebenar diri. Induk kepada latifah - latifah lain. Sabda RasululLah s.a.w.
  • "Di dalam tubuh anak Adam ada segumpal daging apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila ia rosak maka rosaklah seluruh jasad. Ketahuilah, dia itu ialah 'hati'.
Pada Latifah Rabbaniyahlah tempat jatuhnya penilikan AlLah kepada manusia. Menurut Kaum Sufi, bahawa kehidupan dan alam penuh dengan rahsia - rahsia tersembunyi. Rahsia tertutup oleh dinding/hijab tetapi bisa terbuka dan dapat tersingkap, dapat melihat atau merasai atau berhubungan dengan terang ter-rahsia asal kita menempuh jalannya. Jalan itulah dinamakan 'Tarekat'. Ahli Tarekat menempuh jalan didikan 3 tingkat iaitu
  • Takhalli,
  • Tahalli dan
  • Tajalli.
2. Tujuan Tahalli ialah:
Mengisi diri dengan sifat - sifat terpuji / menyinari hati.
a) Dasar Perbaikan Akhlak. Kaum Sufi mengatur suatu ajaran untuk memperbaiki tata kehidupan dan penghidupan manusia agar manusia itu menjadi 'manusia wara' yang ikhlas dalam beribadat kepada AlLah, ikhlas dalam pengabdian melayani masyarakat dan damai / berpartisipasi dalam kehidupan. Firman AlLah dalam Al-Quran (S. An-Nahl: 90)
    "Bahwa sesungguhnya AlLah memerintahkan untuk berlaku adil, berbuat kebajikan, hidup berkeluarga. Dan melarang kekejian, kemungkaran dan bermusuhan. Bahwa Tuhan mengajarkan kepada kamu sekalian (pokok - pokok akhlak itu) agar kamu sekalian menjadi perhatian"
Ajaran itu menurut istilah sufi dinamakan: Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Sistem ajaran ini memerlukan latihan - latihan dan perjuangan dengan tanjakan - tanjakan dari satu tingkat ke tingkat lebih tinggi yakni dari mensuci bersihkan hati ke tingkat menyinari hati sampai dekat diri kepada AlLah dalam keadaan Tajalli.
b) Sifat yang Mnyinari Hati / Jiwa. Sifat yang menyinari hati / jiwa menurut Kaum Sufi dinamakan sifat - sifat terpuji. Menurut Al-Ghazali di dalam kitabnya "Arbain fi Usulid-Din" antara sifat - sifat terpuji itu ialah:
  • Taubat - menyesali diri dari perbuatan yang tercela
  • Khauf / Taqwa - perasaan takut kepada AlLah
  • Ikhlas - niat dan amal yang tulus atau suci
  • Syukur - rasa berterima kasih
  • Zuhud - hidup sederhana, apa adanya
  • Sabar - tahan diri dari segala kesukaran
  • Ridha - bersenang diri menerima keputusan AlLah
  • Tawakkul - menggantungkan diri, nasib kepada AlLah
  • Mahabbah - cinta kepada AlLah semata - mata
  • Zikrulmaut - selalu ingat mati Maka apabila manusia telah menaungi dan mengisi hatinya dengan sifat - sifat terpuji itu maka hati menjadi cerah dan terang dapat pula menerima cahaya dari sifat - sifat tadi.
c) Mendekatkan Diri kepada AlLah. Untuk mendekatkan diri kepada AlLah perlu melalui apa yang lazim dikerjakan oleh Kaum Sufi iaitu Kesempurnaan Agama Islam yang dapat dicapai dalam 4 tingkat.
i) Tingkat Pertama : Syariat Ertinya mengerjakan amal badaniyah daripada segala hukum - hukum: shalat, puasa, zakat dan haji. Syariat adalah peraturan - peraturan yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Tujuan utama syariat ialah membangun kehidupan manusia atas dasar amar ma'ruf dan nahi mungkar. Syariat membahagi ma'ruf kepada 3 kategori:
    • 1. Fardhu atau wajib
    • 2. Sunnat atau mustahab
    • 3. Mubah atau harus
Selanjutnya syariat membahagi munkarat atas 2 bahagi iaitu :
    • 1. Haram
    • 2. Makruh
Peraturan - peraturan yang diatur oleh syariat itu adalah atas dasar Quran dan Sunnah yang merupakan sumber hukum dalam Islam untuk keselamatan manusia. Menurut Ahli Sufi, bahawa syariat itu baru merupakan tingkat pertama menuju jalan kepada Tuhan. Tarekatlah yang merupakan perbuatan untuk melaksanakan syariat itu. Apabila 'Syariat' dan 'Tarekat' dikuasai maka lahirlah 'Hakekat' yang tidak lain daripada perbaikan keadaan dan ehwal, sedang tujuan terakhir adalah 'Makrifat' iaitu mengenal Tuhan yang sebenar - benarnya, serta mencintainya sebaik - baiknya. Syariat ialah pengenalan perintah dan Hakekat ialah pengenalan pemberi perintah.
ii) Tingkat Kedua : Tarekat Dasar - dasar pokok mengenai Tarekat antara lain:


1. Sebuah Hadis Qudsi menyatakan : "Adalah Aku suatu perbendaharaan yang tersembunyi, maka inginlah Aku supaya diketahui siapa Aku, maka kujadikanlah makhluk: Maka dengan AlLah mereka mengenal Aku". Dasar "Wihdhatul Wujud" yang menjadi faham Ahli Tarekat. Bahawa AlLah itu permulaan kejadian, yang awalnya tiada permulaan. AlLah telah ada dan tiada yang lain besertaNya. Dan kerana supaya zatnya dilihat pada sesuatu yang bukan zatnya, sebab itulah dijadikan segenap kejadian (Al-Khaliq).



2. Firman AlLah dalam Al-Quran (S.Al-Jin: 16)
وَأَلَّوِ استَقٰموا عَلَى الطَّريقَةِ لَأَسقَينٰهُم ماءً غَدَقًا
"Dan bahawa jika mereka tetap (istiqamah) menempuh jalan itu "TAREKAT" sesungguhnya akan Kami beri rezeki / rahmat yang berlimpah - limpah".
"Tarekat" adalah suatu sistem (tariqah) untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan, dalam keadaan seseorang dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya (ainul basirah). Ini didasarkan atas pertanyaan Saidina Ali bin Abi Thalib kepada RasululLah: "Manakah Tarekat yang sedekat - dekatnya mencapai Tuhan? Yang dijawab RasululLah s.a.w. : "tidak lain daripada zikir kepada AlLah". "Syariat" mewajibkan seseorang mengadap Kiblat dalam Shalat, maka "Tarekat" tidak sampai di situ saja. Tarekat berpegang kepada Firman AlLah: "Sembahlah Aku". Yang bermaksud semua ibadah dilakukan kerana tujuan untuk ber-Taqwa (takut) kepada AlLah. Tetapi bukan setakat pengertian "syariat" iaitu mengerjakan apa yang diperintah dan menjauhkan apa yang dilarang. Tetapi menurut Ahli Tarekat Taqwa adalah perpaduan dari 4 sifat:
    • 1. (ta) - Taubat
    • 2.(qaf) - Qinaah atau khusyu'
    • 3. (wauw) - Wara
    • 4. (alif) - Ikhlas beribadah mencari keridhaan AlLah
iii) Tingkat Ketiga : Hakekat Syariat merupakan peraturan, Tarekat merupakan pelaksanaan maka hakekat adalah tujuan pokok yakni pengenalan Tuhan yang sebenar - benarnya. Menurut Tarekat, hati wajib menghadap kepada AlLah berdasarkan ayat Quran: "Fa'buduny - sembahlah Aku". Menurut kita menyembah Tuhan seolah - olah Tuhan terlihat, berdasarkan Hadis: "Sembahlah Tuhanmu, seakan - akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka sesungguhnya Tuhan melihat kamu".
Menurut Makrifat, ialah mengenal AlLah untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadat itu. Yang dengan khusyu' seseorang hamba merasa berhadapan dengan AlLah, ketika ini perasaan bermusyahadah berintai - intaian dan bercakap - cakap dengan Tuhan seolah - olah AlLah berkata: "Innany Ana AlLah - Aku inilah Tuhan yakni AlLah" maka kehadiran "hati" berkata: "Anta AlLah - Engkaulah AlLah". Lalu AlLah berkata lagi: "Iqimis-shalata lizikry - bershalatlah untuk mengingat akan Aku". Demikian "hakekat", ialah membuka kesempatan bagaimana salik mencapai maksudnya, iaitu mengenal Tuhan, Ma'rifatulLah dan Musyahadah Nur yang Tajalli.
Al-Ghazali menerangkan : "Bahawa Tajalli itu ialah terbuka Nur cahaya yang ghaib bagi hati seseorang dan sangat mungkin yang dimaksudkan dengan Tajalli ialah Mutajalli yang tidak lain daripada itulah AlLah".

iv) Tingkat Keempat : Ma'rifat. Ma'rifat adalah tujuan pokok, yakni: mengenal AlLah yang sebenar - benarnya. Taftazany dalam kitabnya "Syarhul Maqsid" menerangkan: "Apabila seseorang mencapai tujuan terakhir dalam pekerjaan suluknya - ilalladan fillah, pasti dia tenggelam dalam lautan tauhid dan irfan sehingga zatnya selalu dalam pengawasan zat Tuhan dan sifatnya selalu dalam pengawasan sifat Tuhan. Ketika itu orang itu fana dan lenyap dalam keadaan "masiwallah" apa yang bersifat bukan AlLah. Dia tidak melihat wujud alam ini melainkan AlLah. Al-Ghazali menerangkan: "bahawa hatilah yang dapat mencapai hakekat sebagaimana yang tertulis pada Lauhin Mahfud, iaitu hati yang sudah bersih dan murni. Alhasil, tempat untuk melihat dan Ma'rifat AlLah adalah "HATI".
3. Tujuan Tajalli ialah:
Mencari Kenyataan AlLah. Firman AlLah dalam Al-Quran (S.An-Nur: 25)
    "AlLah itu cahaya langit dan bumi"
Berlandaskan ayat ini Ahli Sufi yakin beroleh pancaran Nur AlLah Tajallinya AlLah. Demikian AlLah Tajalli dengan af-al, asma' dan zatNya yang tidak tersembunyi, "mutajalli min zatihi la yakhhfa". Dalam menempuh jalan (tarekat) untuk memperoleh kenyataan Tuhan (Tajalli), Ahli Sufi berusaha melalui ridha dengan latihan - latihan dan mujahadah (perjuangan) dengan menempuh jalan, antara lain melalui dasar pendidikan 3 tingkat iaitu: Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Ada pula yang menempuh jalan suluk dengan sistem "Muratabatu - thariqah" yang terdiri dari 4 tingkat: (seperti sistem yang dipakai oleh Tarekat Naqsabandiah) :
  • 1. Taubat
  • 2. Istiqamah : Taat lahir dan bathin
  • 3. Tahzib : terdiri dari beberapa riadhah / latihan seperti puasa, mengurangi tidur dan menyendiri.
  • 4. Taqarrub : mendekatkan diri kepada AlLah dengan berkhalwat, zikir terus - menerus.
Seterusnya maka sampailah salik pada Maqam Nihayah: Fana-uhu 'ala baqa-ihi wa ghaya-tuhu 'ala hudu-rihi yaitu fana dalam kebaqaan AlLah dan lenyap dalam kehadiran AlLah. Hal demikian bisa berhasil kerana Tuhan Maha cahaya terhadap hambaNya dan Tuhan adalah sumber cahaya dan Ilmu. Apabila Tuhan telah menembusi hati hambaNya dengan 'nur' dan cahayaNya, maka berlimpah ruahlah Rahmat. 

Sumber: Risalah Alladuniyah-Imam Ghazaly